Hari Rabu habis Magrib, sekitar pukul 18.20, base camp Ikatan Alumni Annuqayah (IAA) Yogyakarta lain dari biasanya. Rumah berukuran 10x12 itu dipenuhi puluhan orang dengan banyak wajah baru. Mereka adalah alumni Annuqayah di Yogyakarta yang jarang bertemu dalam keseharian datang ke kontrakan rumah yang baru jalan satu tahun itu, sehingga satu sama lain seperti berkenalan lagi, apalagi banyak senior yang datang dalam acara itu.
Acara bertajuk "Tahlil untuk Sang Kiai dan Refleksi Bersama" itu dihelat untuk mengenang dan berdoa bersama mengiringi kepergian guru kami KH. M. Mahfoudz Khusaini, salah satu pengusuh tersepuh di almamater kami Annuqayah. Kepergian beliau adalah luka yang mendalam bagi kami, segenap alumni Annuqayah di Yogyakarta. Rasa kehilangan yang diemban oleh santri dan semua masyarakat Annqayah juga dirasakan di hati alumni Annuqayah di Yogyakarta, yang diwujudkan dalam acara doa dan refleksi bersama.
Di antara alumni yang hadir dalam kesempatan ini adalah Maulidi Al-Hasany dan Muhammad Al-Fayyadl sebagai salah satu ahlil bait almarhum sehingga tahlil yang dipimpin oleh Salman Rusydie Anwar dan doa yang dipimpin oleh Maulidi lalu dilangsungkan dengan refleksi itu terasa menyentuh. Semua cerita tentang masa lalu beliau di hati murid dan santri-santrinya mengalir dari peserta yang hadir, terutama senior-senior yang mempunyai talian kisah langsung bersama almarhum.
Acara yang demikian hidmad itu memberikan ruang special dimana memori tentang masa lalu bersama para guru dan kiai datang bersambut di hati semua peserta. Suasana yang jarang sekali terlintas di benak teman-teman itu tiba-tiba seperti dibentuk makna kehilangan tentang seorang kiai dan guru paling disegani dan paling sepuh di Annuqayah. Kesempatan ini juga menjadi ajang refleksi di benak masing-masing peserta tentang peran sosok seorang besar yang telah secara tidak sengaja menciptakan karakter alumni secara umum, tentang ketabahan dan kesabaran yang kerap diajarkan beliau kepada santrinya.
Dari salah satu refleksi, seperti dituturkan Al-Fayyadl, almarhum merupakan cikal-bakal dunia kepenulisan di pesantren Annuqayah setelah Kiai Amir Ilyas. Karena almarhum telah merampungkan kitab kuning berjudul Manzhumah Annuqayah, yang menjadi salah satu rujukan nama Pondok Pesantren Annuqayah sendiri. Jadi maklum kalau kemudian ijazah beliau mengalir kepada semua santri-santrinya, seperti menjadi penulis alumni Annuqayah yang bertebaran dimana-mana terutama di Yogyakarta.
Maulidi juga mempertanyakan apakah kita semasih di pondok pernah mengaji kitab itu atau paling tidak mengenalnya? Peserta yang hadir tampak kelimpungan dengan sodokan pertanyaan itu. Ini pertanda bahwa kitab karya putra Annuqayah sendiri belum dihargai semestinya. "Kalau begitu, bagaimana jika kita ngaji kitab itu kapan-kapan di sini?" Tanya Maulidi diangguki sekitar 26 peserta yang hadir.
Acara tahlil dan doa ini akan berlajut hingga 7 hari. Jadi kesempatan refleksi tentang Annuqayah akan semakin mendewasakan para alumni di Yogyakarta (Bje-Mahdie).
1 komentar:
kangen beritanya yang lain... salam
Posting Komentar